Lippo Group adalah sebuah perusahaan besar di
Indonesia yang didirikan oleh Mochtar Riady. Group ini memulai usaha dengan
Bank Lippo yang telah berganti nama dan berubah posisi sahamnya menjadi Bank
CIMB Niaga. Perusahaan ini kemudian mengembangkan diri di usaha property yang
kemudin berkembang di Indonesia, Tiongkok dan beberapa Negara lainnya. Selain di
usaha properti juga melakukan pengembangan bisnis eceran, telekomunikasi, dan
berbagai jenis usaha lainnya.
PT. Lippo, Tbk yang pada
tahun 2002, telah membawa dampak pada profesi akuntan di Indonesia.
Bapepam pada tanggal 17 September 2003 telahmengumumkan hasil pemeriksaan kasus
PT. Lippo, Tbk yang diduga telahmelanggar peraturan perundang –
undangan di bidang Pasar Modal. Hasil pemeriksan tersebut antara lain:
1. Laporan Keuangan PT. Bank Lippo, Tbk per
30 September 2002.Berkaitan dengan laporan keuangan PT. Bank Lippo, Tbk per
30 September 2002,Bapepam menemukan tiga versi laporan keuangan,
yang semuanya dinyatakanaudited, fakta tersebut yaitu BAPEPAM
menemukan bahwa terdapat 3 (tiga) versi laporan keuangan, yang semuanya
dinyatakan audited, yaitu:
a. Laporan
Keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang diiklankan di Surat
Kabar Harian Investor Indonesia pada tanggal 28 November 2002; Pemuatan iklan
tersebut merupakan pelaksanaan kewajiban PT Bank Lippo Tbk. atas ketentuan Bank
Indonesia. Adapun materi atau informasi yang tercantum dalam iklan laporan
keuangan tersebut antara lain adalah:
·
Adanya pernyataan Manajemen PT Bank
Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan
Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja
(penanggung jawab Drs. Ruchjat Kosasih) dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian
·
Penyajian dalam bentuk komparasi per 30
September 2002 (“Diaudit”) dan per 30 September 2001 (“tidak diaudit”)
·
Nilai Agunan Yang Diambil Alih (“AYDA”)
per 30 September 2002 sebesar Rp. 2,393 triliun
·
Total aktiva per 30 September 2002
sebesar Rp. 24,185 triliun
b. Laba
tahun berjalan per 30 September 2002 sebesar Rp. 98,77 miliar
c. Rasio
Kewajiban Modal Minimum Yang Tersedia sebesar 24,77%
2.
Laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang disampaikan ke
BEJ pada tanggal 27 Desember 2002
Penyampaian laporan tersebut merupakan
pemenuhan kewajiban PT Bank Lippo Tbk. untuk menyampaikan Laporan Keuangan
Triwulan ke-3. Adapun materi atau informasi yang tercantum dalam laporan
keuangan tersebut antara lain:
Pernyataan
manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan yang disampaikan adalah
laporan keuangan audited yang tidak disertai dengan Laporan Auditor Independen
yang berisi opini Akuntan Publik.
1. Laporan
keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang disampaikan oleh Akuntan
Publik KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja kepada Manajemen PT Bank Lippo Tbk.
pada tanggal 6 Januari 2003. Adapun materi atau informasi yang tercantum dalam
laporan keuangan tersebut antara lain adalah:
a. Laporan
Auditor Independen yang berisi opini Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari
KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian.
Laporan auditor independen tersebut tertanggal 20 November 2002, kecuali untuk
catatan 40a tertanggal 22 November 2002 dan catatan 40c tertanggal 16 Desember
2002
b. Penyajian
dalam bentuk komparasi per 30 September 2002, 31 Desember 2001 dan 31 Desember
2000
c. Total
aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun
d. Nilai
Agunan Yang Diambil Alih-bersih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42
triliun
e. Rugi
bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun
f. Rasio
Kecukupan Modal sebesar 4,23%.
Permasalahan
yang terjadi di dalam Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk, disebabkan adanya tiga
buah laporan keuangan yang dinyatakan telah diaudit, tetapi 7 diantara
ketiganya terdapat perbedaan. Dari ketiga laporan keuangan tersebut ternyata
hanya ada satu laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang
diaudit dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian dari Akuntan Publik Drs. Ruchjat
Kosasih dari KAP Presetio, Sarwoko & Sandjaja, dengan laporan auditor
independen No. REC-0031/02 dengan tanggal ganda (dual dating) tertanggal 20
November 2002 (kecuali untuk catatan 40a tertangal 22 November 2002 dan catatan
40c tertanggal 16 Desember 2002) yang disampaikan kepada Manajemen PT Bank
Lippo Tbk. pada tanggal 6 Januari 2003. Sedangkan, dua laporan keuangan lainnya
ternyata belum diaudit.
Di
dalam kedua laporan keuangan yang belum diaudit tersebut ternyata ada
pernyataan dari pihak Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan
tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit
oleh KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat wajar tanpa
pengecualian (untuk laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. yang diiklankan di
surat kabar) dan pernyataan dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan
keuangan yang disampaikan adalah laporan keuangan “audited” yang tidak disertai
dengan Laporan Auditor Independen yang berisi opini Akuntan Publik (untuk
Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk. yang disampaikan kepada BEJ).
Peristiwa
tersebut, jika dilihat dari sudut pandang GCG terjadi karena lemahnya penerapan
prinsip akuntabilitas di dalam PT Bank Lippo Tbk., khususnya dalam hal
pembuatan laporan keuangan. Di dalam permasalahan ini terjadi pelanggaran
karena tidak adanya checks and balances yang baik antara direksi dan komisaris
dengan manajemen PT Bank Lippo Tbk. yang menyampaikan dua laporan keuangan yang
tidak diaudit.
Tanggung
jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa
laporan yang dibuat manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang
kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang.
Dapat dilihat disini, peranan komite audit untuk menciptakan sebuah mekanisme check and balances yang ideal juga belum
dapat terwujud.
Peristiwa
tersebut, jika dilihat dari sudut pandang GCG terjadi karena lemahnya penerapan
prinsip akuntabilitas di dalam PT Bank Lippo Tbk., khususnya dalam hal
pembuatan laporan keuangan.
Prinsip-Prinsip
Good Corporate Governance yang telah diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal
selama ini masih sampai pada sanksi administratif saja, sedangkan mengenai
sanksi pidana terhadap pelanggaran prinsip GCG sudah diatur juga dalam
Undang-Undang Pasar Modal yaitu dalam Pasal 103 - Pasal 110. Namun, dalam
penerapan sanksi pidana tersebut belum diterapkan pada kasus-kasus pelanggaran
terhadap prinsip-prinsip GCG yang terjadi. Oleh karena itu, penjatuhan sanksi
administratif saja tidak dapat memberikan efek jera bagi para pelaku
pelanggaran terhadap prinsip-prinsip GCG ini.
Oleh
karena itu, hendaknya aturan mengenai penjatuhan sanksi administratif ini perlu
dikaji lebih dalam agar terdapat keseimbangan dan keadilan untuk setiap pihak
agar hokum di Indonesia dapat dilaksanakan dengan seadil-adilnya sehingga tidak
menghambat mekanisme Pasar Modal di Indonesia.
Pada
kasus PT Bank Lippo Tbk diatas, dapat kita analisis mengenai prinsip-prinsip
Good Corporate Governence yang dilanggar sebagai berikut :
1. Transparansi
Prinsip transparensi yaitu menjaga objektivitas suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan suatu bisnis dengan memberikan informasi-informasi yang jelas, akurat, mudah diakses dan dipahami serta dapat dipertanggung jawabkan oleh semua pihak-pihak yang berkepentingan dalam organisasi atau perusahaan tersebut. Pada kasus PT Bank Lippo Tbk,
Pelanggaran
terhadap Prinsip Transparansi ditunjukkan dengan perbuatan Manajemen PT Bank
Lippo Tbk. yang telah lalai karena mencantumkan kata “audited” di dalam
laporan keuangan yang sebenarnya belum diaudit. Maka, PT Bank Lippo Tbk. telah
melakukan suatu kelalaian dan melanggar salah satu hak dasar pemegang saham,
yaitu hak untuk menerima informasi. Dari prinsip transparansi tersebut dapat
dilihat bahwa kewajiban untuk menginformasikan laporan keuangan hendaknya
dilakukan secara tepat dan dilakukan secara profesional dengan cara menunjuk
auditor yang independent, qualified, dan competent. Perbuatan Manajemen PT Bank
Lippo Tbk. yang telah lalai karena mencantumkan kata “audited” di dalam laporan
keuangan yang sebenarnya belum diaudit merupakan sebuah bentuk
ketidakhati-hatian yang merupakan tanggung jawab dari Manajemen PT Bank Lippo
Tbk. Dalam hal ini kesalahan direksi juga dapat dimintai pertanggungjawaban
karena telah lalai melakukan pengawasan terhadap Manajemen PT Bank Lippo Tbk.
2. Akuntabilitas
Prinsip ini diperlukan untuk melihat sejauh mana yang telah dihasilkan oleh suatu organisasi dan perusahaan. dalam hal ini suatu kinerja haruslah dapat dikelola dengan tepat dan terukur untuk melihat seberapa jauh kesinambungan antara proses perencanaa, organisir, pelaksanaan serta evaluasi yang dilakukan dengan tujuan organisasi atau perusahaan itu sendiri. Pada kasus PT Bank Lippo Tbk, pelanggaran
terhadap Prinsip Akuntabilitas dapat dilihat dari kesalahan dewan direksi yang
telah lalai melakukan pengawasan terhadap Manajemen PT Bank Lippo Tbk. dan tidak
adanya checks and balances yang baik antara direksi dan komisaris dengan
manajemen PT Bank Lippo Tbk. yang menyampaikan dua laporan keuangan yang tidak diaudit.
Di dalam permasalahan ini terjadi pelanggaran karena tidak adanya checks and
balances yang baik antara direksi dan komisaris dengan manajemen PT Bank Lippo
Tbk. yang menyampaikan dua laporan keuangan yang tidak diaudit.
Tanggung jawab komite
audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan yang
dibuat manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi
keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang. Dapat
dilihat disini, peranan komite audit untuk menciptakan sebuah mekanisme check
and balances yang ideal juga belum dapat terwujud.
Pada
kasus PT Bank Lippo Tbk., menunjukkan bahwa perbuatan Manajemen PT Bank Lippo
Tbk. baik yang melibatkan direksi maupun komisaris secara bersama-sama
tergolong perbuatan yang telah memanipulasi Pasar Modal. kenyataannya manajemen
PT Bank Lippo Tbk. dengan sengaja telah merugikan pihak lain (Bapepam-LK)
dengan mencantumkan kata “diaudit” dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian pada
iklan laporan keuangan per 30 September 2002 pada tanggal 28 November 2002, dan
laporan keuangan yang tidak disertai dengan laporan auditor independen dan
telah terdapat penilaian kembali terhadap Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dan
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) pada laporan keuangan PT Bank
Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang disampaikan ke BEJ pada tanggal 27 Desember
2002. Maka, pada kasus ini pihak Manajemen PT Bank Lippo Tbk. yang telah memanipulasi
pasar ini dapat dituntut dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 104 Undang-Undang
No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yakni diancam dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 15.000.000.000,- (lima
belas miliar rupiah). Namun pada kenyataannya, aturan-aturan mengenai sanksi
terhadap pelanggaran
DAFTAR
PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/77316573/Lippo-Bank
https://www.scribd.com/doc/76037445/Kasus-Bank-Lippo
https://medium.com/@muhammadfrayogi/penerapan-konsep-good-corporate-governance-gcg-dalam-budaya-indonesia-d8cef61009df
Omneelab Software Development Company has a few ability in making Warehouse Management Software and SAAS Applications for the Supply Chain space. The other driving things/Applications of the association are Order Management and Billing Management. The association moreover produces a changed software application for an assortment of livelihoods. Need to plan a demo, kindly make/contact: info@omneelab.com
BalasHapus