Life

Life

Selasa, 24 Oktober 2017

Sepenggal kasus Good Corporate Governance PT Bank Lippo Tbk

Lippo Group adalah sebuah perusahaan besar di Indonesia yang didirikan oleh Mochtar Riady. Group ini memulai usaha dengan Bank Lippo yang telah berganti nama dan berubah posisi sahamnya menjadi Bank CIMB Niaga. Perusahaan ini kemudian mengembangkan diri di usaha property yang kemudin berkembang di Indonesia, Tiongkok dan beberapa Negara lainnya. Selain di usaha properti juga melakukan pengembangan bisnis eceran, telekomunikasi, dan berbagai jenis usaha lainnya.
PT. Lippo, Tbk yang pada tahun 2002, telah membawa dampak pada profesi akuntan di Indonesia. Bapepam pada tanggal 17 September 2003 telahmengumumkan hasil pemeriksaan kasus PT. Lippo, Tbk yang diduga telahmelanggar peraturan perundang – undangan di bidang Pasar Modal. Hasil pemeriksan tersebut antara lain:
1. Laporan Keuangan PT. Bank Lippo, Tbk per 30 September 2002.Berkaitan dengan laporan keuangan PT. Bank Lippo, Tbk per 30 September 2002,Bapepam menemukan tiga versi laporan keuangan, yang semuanya dinyatakanaudited, fakta tersebut yaitu BAPEPAM menemukan bahwa terdapat 3 (tiga) versi laporan keuangan, yang semuanya dinyatakan audited, yaitu:
a.       Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang diiklankan di Surat Kabar Harian Investor Indonesia pada tanggal 28 November 2002; Pemuatan iklan tersebut merupakan pelaksanaan kewajiban PT Bank Lippo Tbk. atas ketentuan Bank Indonesia. Adapun materi atau informasi yang tercantum dalam iklan laporan keuangan tersebut antara lain adalah:
·         Adanya pernyataan Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja (penanggung jawab Drs. Ruchjat Kosasih) dengan pendapat wajar tanpa pengecualian
·         Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (“Diaudit”) dan per 30 September 2001 (“tidak diaudit”)
·         Nilai Agunan Yang Diambil Alih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 2,393 triliun
·         Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun
b.      Laba tahun berjalan per 30 September 2002 sebesar Rp. 98,77 miliar
c.       Rasio Kewajiban Modal Minimum Yang Tersedia sebesar 24,77%

2. Laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang disampaikan ke BEJ pada tanggal 27 Desember 2002
 Penyampaian laporan tersebut merupakan pemenuhan kewajiban PT Bank Lippo Tbk. untuk menyampaikan Laporan Keuangan Triwulan ke-3. Adapun materi atau informasi yang tercantum dalam laporan keuangan tersebut antara lain:
Pernyataan manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan yang disampaikan adalah laporan keuangan audited yang tidak disertai dengan Laporan Auditor Independen yang berisi opini Akuntan Publik.
1.      Laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang disampaikan oleh Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja kepada Manajemen PT Bank Lippo Tbk. pada tanggal 6 Januari 2003. Adapun materi atau informasi yang tercantum dalam laporan keuangan tersebut antara lain adalah:
a.       Laporan Auditor Independen yang berisi opini Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Laporan auditor independen tersebut tertanggal 20 November 2002, kecuali untuk catatan 40a tertanggal 22 November 2002 dan catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002
b.      Penyajian dalam bentuk komparasi per 30 September 2002, 31 Desember 2001 dan 31 Desember 2000
c.       Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun
d.      Nilai Agunan Yang Diambil Alih-bersih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun
e.       Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun
f.       Rasio Kecukupan Modal sebesar 4,23%.

Permasalahan yang terjadi di dalam Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk, disebabkan adanya tiga buah laporan keuangan yang dinyatakan telah diaudit, tetapi 7 diantara ketiganya terdapat perbedaan. Dari ketiga laporan keuangan tersebut ternyata hanya ada satu laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang diaudit dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian dari Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Presetio, Sarwoko & Sandjaja, dengan laporan auditor independen No. REC-0031/02 dengan tanggal ganda (dual dating) tertanggal 20 November 2002 (kecuali untuk catatan 40a tertangal 22 November 2002 dan catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002) yang disampaikan kepada Manajemen PT Bank Lippo Tbk. pada tanggal 6 Januari 2003. Sedangkan, dua laporan keuangan lainnya ternyata belum diaudit.
Di dalam kedua laporan keuangan yang belum diaudit tersebut ternyata ada pernyataan dari pihak Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja dengan pendapat wajar tanpa pengecualian (untuk laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. yang diiklankan di surat kabar) dan pernyataan dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk. bahwa laporan keuangan yang disampaikan adalah laporan keuangan “audited” yang tidak disertai dengan Laporan Auditor Independen yang berisi opini Akuntan Publik (untuk Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk. yang disampaikan kepada BEJ).
Peristiwa tersebut, jika dilihat dari sudut pandang GCG terjadi karena lemahnya penerapan prinsip akuntabilitas di dalam PT Bank Lippo Tbk., khususnya dalam hal pembuatan laporan keuangan. Di dalam permasalahan ini terjadi pelanggaran karena tidak adanya checks and balances yang baik antara direksi dan komisaris dengan manajemen PT Bank Lippo Tbk. yang menyampaikan dua laporan keuangan yang tidak diaudit.
Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang. Dapat dilihat disini, peranan komite audit untuk menciptakan sebuah mekanisme check and balances yang ideal juga belum dapat terwujud.
Peristiwa tersebut, jika dilihat dari sudut pandang GCG terjadi karena lemahnya penerapan prinsip akuntabilitas di dalam PT Bank Lippo Tbk., khususnya dalam hal pembuatan laporan keuangan.
Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance yang telah diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal selama ini masih sampai pada sanksi administratif saja, sedangkan mengenai sanksi pidana terhadap pelanggaran prinsip GCG sudah diatur juga dalam Undang-Undang Pasar Modal yaitu dalam Pasal 103 - Pasal 110. Namun, dalam penerapan sanksi pidana tersebut belum diterapkan pada kasus-kasus pelanggaran terhadap prinsip-prinsip GCG yang terjadi. Oleh karena itu, penjatuhan sanksi administratif saja tidak dapat memberikan efek jera bagi para pelaku pelanggaran terhadap prinsip-prinsip GCG ini.
Oleh karena itu, hendaknya aturan mengenai penjatuhan sanksi administratif ini perlu dikaji lebih dalam agar terdapat keseimbangan dan keadilan untuk setiap pihak agar hokum di Indonesia dapat dilaksanakan dengan seadil-adilnya sehingga tidak menghambat mekanisme Pasar Modal di Indonesia.

Pada kasus PT Bank Lippo Tbk diatas, dapat kita analisis mengenai prinsip-prinsip Good Corporate Governence yang dilanggar sebagai berikut :
1.      Transparansi
Prinsip transparensi yaitu menjaga objektivitas suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan suatu bisnis dengan memberikan informasi-informasi yang jelas, akurat, mudah diakses dan dipahami serta dapat dipertanggung jawabkan oleh semua pihak-pihak yang berkepentingan dalam organisasi atau perusahaan tersebut. Pada kasus PT Bank Lippo Tbk, Pelanggaran terhadap Prinsip Transparansi ditunjukkan dengan perbuatan Manajemen PT Bank Lippo Tbk. yang telah lalai karena mencantumkan kata “audited” di dalam laporan keuangan yang sebenarnya belum diaudit. Maka, PT Bank Lippo Tbk. telah melakukan suatu kelalaian dan melanggar salah satu hak dasar pemegang saham, yaitu hak untuk menerima informasi. Dari prinsip transparansi tersebut dapat dilihat bahwa kewajiban untuk menginformasikan laporan keuangan hendaknya dilakukan secara tepat dan dilakukan secara profesional dengan cara menunjuk auditor yang independent, qualified, dan competent. Perbuatan Manajemen PT Bank Lippo Tbk. yang telah lalai karena mencantumkan kata “audited” di dalam laporan keuangan yang sebenarnya belum diaudit merupakan sebuah bentuk ketidakhati-hatian yang merupakan tanggung jawab dari Manajemen PT Bank Lippo Tbk. Dalam hal ini kesalahan direksi juga dapat dimintai pertanggungjawaban karena telah lalai melakukan pengawasan terhadap Manajemen PT Bank Lippo Tbk.

2.      Akuntabilitas 
Prinsip ini diperlukan untuk melihat sejauh mana yang telah dihasilkan oleh suatu organisasi dan perusahaan. dalam hal ini suatu kinerja haruslah dapat dikelola dengan tepat dan terukur untuk melihat seberapa jauh kesinambungan antara proses perencanaa, organisir, pelaksanaan serta evaluasi yang dilakukan dengan tujuan organisasi atau perusahaan itu sendiri. Pada kasus PT Bank Lippo Tbk, pelanggaran terhadap Prinsip Akuntabilitas dapat dilihat dari kesalahan dewan direksi yang telah lalai melakukan pengawasan terhadap Manajemen PT Bank Lippo Tbk. dan tidak adanya checks and balances yang baik antara direksi dan komisaris dengan manajemen PT Bank Lippo Tbk. yang menyampaikan dua laporan keuangan yang tidak diaudit. Di dalam permasalahan ini terjadi pelanggaran karena tidak adanya checks and balances yang baik antara direksi dan komisaris dengan manajemen PT Bank Lippo Tbk. yang menyampaikan dua laporan keuangan yang tidak diaudit.
Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang. Dapat dilihat disini, peranan komite audit untuk menciptakan sebuah mekanisme check and balances yang ideal juga belum dapat terwujud.

Pada kasus PT Bank Lippo Tbk., menunjukkan bahwa perbuatan Manajemen PT Bank Lippo Tbk. baik yang melibatkan direksi maupun komisaris secara bersama-sama tergolong perbuatan yang telah memanipulasi Pasar Modal. kenyataannya manajemen PT Bank Lippo Tbk. dengan sengaja telah merugikan pihak lain (Bapepam-LK) dengan mencantumkan kata “diaudit” dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian pada iklan laporan keuangan per 30 September 2002 pada tanggal 28 November 2002, dan laporan keuangan yang tidak disertai dengan laporan auditor independen dan telah terdapat penilaian kembali terhadap Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) pada laporan keuangan PT Bank Lippo Tbk. per 30 September 2002 yang disampaikan ke BEJ pada tanggal 27 Desember 2002. Maka, pada kasus ini pihak Manajemen PT Bank Lippo Tbk. yang telah memanipulasi pasar ini dapat dituntut dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 104 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yakni diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah). Namun pada kenyataannya, aturan-aturan mengenai sanksi terhadap pelanggaran


DAFTAR PUSTAKA


https://www.scribd.com/doc/77316573/Lippo-Bank
https://www.scribd.com/doc/76037445/Kasus-Bank-Lippo
https://medium.com/@muhammadfrayogi/penerapan-konsep-good-corporate-governance-gcg-dalam-budaya-indonesia-d8cef61009df