BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Salah
satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah atau Negara Indonesia adalah
kemiskinan, dewasa ini pemerintah belum mampu menghadapi atau menyelesaikan
permasalahan tersebut, padahal setiap mereka yang memimpin Negara Indonesia
selalu membawa kemiskinan sebagai misi utama mereka disamping misi-misi yang
lain.
Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1),
mengatakan bahwa upaya menurunkan tingkat kemiskinan telah dimulai awal tahun
1970-an diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan
Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan
tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an
tidak maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik.
Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan pendapatan melebar yang mencakup
antar sector, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.
Kondisi
kemiskinan Indonesia semakin parah akibat krisis ekonomi pada tahun 1998. Namun
ketika pertumbuhan ekonomi yang sempat menurun akibat krisis dapat teratasi dan
dapat dipulihkan, kemiskinan tetap saja sulit untuk ditanggulangi. Pada tahun
1999, 27% dari total penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan. Sebanyak 33,9%
penduduk desa dan 16,4% penduduk kota adalah orang miskin. Krisnamurthi dalam Nyayu
Neti Arianti, dkk, (2004:3)
Salah
satu persyaratan keberhasilan pengentasan kemiskinan adalah dengan cara
mengidentifikasi kelompok sasaran dan wilayah sasaran dengan tepat. Program
pengentasan dan pemulihan nasib orang miskin tergantung dari langkah awal yaitu
ketetapan mengidentifikasi siapa yang dikatakan miskin dan dimana dia berada.
Aspek dimana “si miskin” dapat di telusuri melalui si miskin itu sendiri serta
melalui pendekatan-pendekatan profil wilayah atau karakter geografis.
Permasalahan
kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional,
oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara
komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan
secara terpadu.
Dalam
upaya penanggulangan kemiskinan ada dua strategi utama yang harus ditempuh oleh
pemerintah. Pertama, melindungi keluarga dan kelompok masyarakat miskin melalui
pemenuhan kebutuhan pokok mereka. Kedua, memberdayakan mereka agar mempunyai
kemampuan untuk melakukan usaha dan mencegah terjadinya kemiskinan baru.
Kemiskinan
terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga
terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau
menikmati hasil-hasil pembangunan. Soegijoko,
(1997:137). Dengan kata lain yang kaya semakin kaya yang miskin semakin
menderita.
B. Rumusan
Masalah
1. Indikator
Kesenjangan dan Indikator Kemiskinan
2. Macam-macam
Kemiskinan
3. Faktor-faktor
Penyebab Kemiskinan
4. Kebijakan
Anti Kemiskinan
C. Tujuan
Masalah
1. Dapat
Memahami Apa Saja Indikator Kesenjangan Dan Kemiskinan
2. Dapat
Mengetahui Dan Memahami Macam-Macam Kemiskinan
3. Dapat
Memahami Factor-Faktor Penyebab Kemiskinan
4. Dapat
Memahami Kebijakan Anti Kemiskinan
BAB II
PEMBAHASAN
Avi Mutia Soraya
A. Pengertian
Kemiskinan
kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian ,
tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh
kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap
pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya
melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya
dari sudut ilmiah yang telah mapan,dll.
B. Indikator
kesenjangan
Ada
sejumlah cara untuk mrngukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan
yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic
dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok
pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE),
ukuran atkinson, dan koefisien gini. Yang paling sering dipakai adalah
koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila
0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan)
dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
Kurva
Lorenz, Kumulatif presentase dari populasi, Yang mempunyai pendapatan Ide dasar
dari perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai
rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45
derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.
Ketimpangan
dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0.
Ketimpangan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7. Ketimpangan sedang
dengan nilai gini antara 0,36-0,49, dan ketimpangan dikatakan rendah dengan
koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur diatas, cara
pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah
dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga group : 40% penduduk
dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20%
penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk. Selanjutnya,
ketidakmerataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh
40% penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat
ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40%
penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari
jumlah pendapatan. Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut
menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan. Sedangkan ketidakmerataan
rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17% dari jumlah
pendapatan.
C. Indikator
kemiskinan
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3
indikator yang diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam
banyak studi empiris. Pertama, the incidence of proverty : presentase dari
populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita
dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of
proverty yang menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur
dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap
index. Indeks ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang
miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut yang
dapat dijelaskan dengan formula sebagai berikut :
Pa = (1 / n) ∑i [(z - yi) / z]a
Indeks Pa ini sensitif terhadap
distribusi jika a >1. Bagian [(z - yi) / z] adalah perbedaan antara garis
kemiskinan (z) dan tingkat pendapatan dari kelompok keluarga miskin (yi) dalam
bentuk suatu presentase dari garis kemiskinan. Sedangkan bagian [(z - yi) / z]a
adalah presentase eksponen dari besarnya pendapatan yang tekor, dan kalau
dijumlahkan dari semua orang miskin dan dibagi dengan jumlah populasi (n) maka
menghasilkan indeks Pa.
Ketiga, the severity of property
yang diukur dengan indeks keparahan kemiskinan (IKK). Indeks ini pada
prinsipnya sama seperti IJK. Namun, selain mengukur jarak yang memisahkan orang
miskin dari garis kemiskinan, IKK juga mengukur ketimpangan di antara penduduk
miskin atau penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Indeks ini yang
juga disebut Distributionally Sensitive Index dapat juga digunakan untuk mengetahui
intensitas kemiskinan.
Christy
Angelina C.
D. Macam-macam
kemiskinan
Kemiskinan dibagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut :
Ø Kemiskinan
absolut yaitu mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh
oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah
persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan
tubuh manusia.
Ø Kemiskinan
relatif merupakan kondisi masyarakat karena kebijakan pembangunan yang belum
mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan
distribusi pendapatan. Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan
ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum.
Ø Kemiskinan
struktural dan kultural merupakan kemiskinan yang disebabkan kondisi struktur
dan faktor-faktor adat budaya dari suatu daerah tertentu yang membelenggu
seseorang
Resfita
Damayanti
E. Faktor-faktor penyebab kemiskinan
Setiap
permasalahan timbul pasti karna ada faktor yang mengiringinya yang menyebabkan
timbulnya sebuah permasalahan, begitu juga dengan masalah kemiskinan yang
dihadapi oleh negara indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya
kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz dalam Dadan
Hudyana (2009:28-29) yaitu :
1).
Pendidikan yang Terlampau Rendah
Tingkat
pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan
tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan atau
keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan
seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.
2). Malas
Bekerja
Adanya
sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang
bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.
3).
Keterbatasan Sumber Alam
Suatu
masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan
keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu
miskin karena sumberdaya alamnya miskin.
4).
Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan
lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara
ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara
faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena
keterbatasan modal dan keterampilan.
5).
Keterbatasan Modal
Seseorang
miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan
dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan
untuk memperoleh penghasilan.
6).
Beban Keluarga
Seseorang
yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha
peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak
anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang
harus dipenuhi.
Suryadiningrat dalam Dadan Hudayana (2009:30), juga mengemukakan
bahwa kemiskinan pada hakikatnya disebabkan oleh kurangnya komitmen manusia
terhadap norma dan nilai-nilai kebenaran ajaran agama, kejujuran dan keadilan.
Hal ini mengakibatkan terjadinya penganiayaan manusia terhadap diri sendiri dan
terhadap orang lain. Penganiayaan manusia terhadap diri sendiri tercermin dari
adanya :
1)
keengganan bekerja dan berusaha,
2)
kebodohan,
3)
motivasi rendah,
4)
tidak memiliki rencana jangka panjang,
5)
budaya kemiskinan, dan
6)
pemahaman keliru terhadap kemiskinan.
Sedangkan penganiayaan terhadap orang lain
terlihat dari ketidakmampuan seseorang bekerja dan berusaha akibat :
1)
ketidakpedulian orang mampu kepada orang yang memerlukan atau orang tidak mampu
dan
2)
kebijakan yang tidak memihak kepada orang miskin.
Kartasasmita dalam Rahmawati (2006:4) mengemukakan bahwa, kondisi
kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, diantaranya
yaitu :
1.
Rendahnya Taraf Pendidikan
Taraf
pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan
meyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Taraf pendidikan yang
rendah juga membatasi kemampuan seseorang untuk mencari dan memanfaatkan
peluang.
2.
Rendahnya Derajat Kesehatan
Taraf
kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya
pikir dan prakarsa.
3.
Terbatasnya Lapangan Kerja
Selain
kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah, kemiskinan juga diperberat oleh
terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha,
selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan.
4.
Kondisi Keterisolasian
Banyak
penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi.
Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh
pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat
lainnya.
Nasikun dalam
Suryawati (2005:5) menyoroti beberapa sumber dan proses
penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :
1)
Pelestarian Proses Kemiskinan
Proses
pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan
diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru
melestarikan.
2)
Pola Produksi Kolonial
Negara
ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani
menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan
berorientasi ekspor.
3)
Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Adanya
unsur manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian
yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.
4)
Kemiskinan Terjadi Karena Siklus Alam.
Misalnya
tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir
tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan
produktivitas yang maksimal dan terus-menerus.
5)
Peminggiran Kaum Perempuan
Dalam
hal ini perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses
dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki.
6)
Faktor Budaya dan Etnik
Bekerjanya
faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan seperti, pola hidup
konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang
konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.
Rizka Setyawati
F. Kebijakan
Anti kemiskinan
Untuk merumuskan
kebijakan dan program-program yang akan dilaksanakan untuk memberantas
kemiskinan, dapat menggunakan beberapa teori. Antara lain :
1. Teori
Neo-Liberal
Teori
ini mengatakan bahwa kemiskinan merupakan persoalan individu yang bersangkutan.
Kemiskinan akan hilang jika pertumbuhan ekonomi dipacu setinggi-tingginya.
2. Teori
Demokrasi Sosial
Teori
ini memandang bahwa kemiskinan bukanlah persoalan individu, melainkan
struktural. Maksudnya Kemiskinan ini disebabkan oleh adanya ketidak adilan dan
ketimpangan dalam masyarakat akibat tersumbatnya akses kelompok kepada
sumber-sumber kemasyarakatan.
3. Teori
Marjinal
Teori
ini berasumsi bahwa kemiskinan di perkotaan
terjadi dikarenakan adanya ‘kebudayaan kemiskinan’ (culture of
poverty) yang tersosialisasi di
kalangan masyarakat atau komunitas tertentu.
4. Teori
Development
muncul
dari teori-teori pembangunan terutama
neo liberal. Teori ini mencari akar masalah kemiskinan pada persoalan
ekonomi dan masyarakat sebagai satu kesatuan
5. Teori
Struktural
Teori
ini berasumsi bahwa kemiskinan dikota-kota Dunia Ketiga terjadi bukan karena
persoalan budaya, dan juga bukan bukan persoalan pembangunan ekonomi, melainkan
persoalan struktural, yang hanya dapat dijelaskan dalam konstelasi
politik-ekonomi Dunia.
6. Teori
Artikulasi Moda Produksi
adalah
salah satu teoeri dalam jajaran studi-studi pembangunan yang dikembangkan oleh
Pierre-Phillipe Rey, Meillassoux, Terry, dan Taylor,
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemiskinan di Indonesia masih menjadi masalah yang belum bisa di berantas. Kondisi
kemiskinan Indonesia semakin parah akibat krisis ekonomi pada tahun 1998. Namun
ketika pertumbuhan ekonomi yang sempat menurun akibat krisis dapat teratasi dan
dapat dipulihkan, kemiskinan tetap saja sulit untuk ditanggulangi. Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi kemiskinan di
indonesia yaitu Pendidikan yang terlampau rendah, malas bekerja, keterbatasan
sumber daya, terbatasnya lapangan pekerjaan, keterbatasan modal.
B. Saran
Untuk mengurangi
tingkat kemiskinan, kita dituntut untuk berinovasi dan berwirausaha agar mampu menciptakan
lapangan kerja baru dan akan menekan tingkat pengangguran. Serta dapat
memberikan pembekalan keterampilan pada masyarakat miskin agar mampu
memanfaatkan barang-barang bekas disekitarnya untuk dijadikan produk yang
memiliki nilai jual tinggi. Dengan demikian secara perlahan tingkat kemiskinan
di Indonesia dapat diatasi.